Wednesday, February 14, 2007

siapakah di antara kalian yang tak akan mengarungi lautan, melintasi gurun-gurun, mendaki gunung-gunung dan lembah-lembah untuk menggapai gadis yang jiwanya telah kau pilih?
(Kahlil Gibran)



Gara-gara sebuah bacaan teenlit (minjem, bukan beli *kekeuh*) saya sempat termenung, seberapa jauh seorang laki-laki akan pergi untuk meraih wanita yang ia pilih? Pertanyaan sederhana dengan jawaban tidak sederhana. "Pergi" di sini bukan hanya dalam arti harafiahnya, pindah dari satu tempat ke tempat lain tapi bermakna lebih luas.


Seberapa jauh seorang laki-laki mau merubah kebiasaan buruknya demi sang putri dan seberapa jauh pula ia mau menyeberangi perbedaan adat istiadat bahkan keyakinan buat merebut hati si wanita. Seberapa jauh ia mau pergi mengarungi hal-hal asing dan baru baginya. Pada titik tertentu ia mungkin harus menukar persahabatannya dengan sebentuk hati yang dicari meski pada akhirnya seringkali semua pengorbanan itu dilupakan oleh sang dara. Been there, done that!! *And they say man is selfish???*


Sejatinya ketika laki-laki telah menjatuhkan pilihan maka ia bisa pergi sejauh yang dibutuhkan untuk meraih tujuannya meski kadang terlihat ekstrim bagi orang lain. Kalau perlu seperti dalam cerita dongeng, ia bisa saja menjadi knight in shining armor atau dragon rider. Batas-batas yang ada pun bukan lagi masalah sebagaimana penuturan Gibran di atas.

Tuesday, February 13, 2007

Swedia adalah salah satu negara yang sudah mengaplikasikan Single Identity Number (SIN). Setiap orang memiliki nomor id yang unik dan disimpan dalam sebuah database utama. SIN inilah yang dipakai kemana-mana jika berurusan dengan administrasi. Dan karena systemnya yang sudah integrated, tersambung dengan berbagai instansi pemerintah maka perjalanan hidup seseorang tercatat dengan baik.


Riwayat pendidikan, pekerjaan, penghasilan, jumlah anak dan istri, catatan kriminal sampai riwayat kesehatan pernah menderita sakit berat apa sampai harus menginap di rumah sakit semuanya tercatat. Orang tidak bisa berlaku curang (paling tidak kemungkinannya dipersempit) karena setiap perbuatannya tercatat.


Jika negeri gendeng ini mengaplikasikan sistem serupa, banyak manfaat yang bisa dipetik sebenarnya. Dengan membandingkan data kepemilikan dengan penghasilan kita bisa mempertanyakan kenapa seorang penjabat rendahan bisa punya dua villa di puncak. Dengan melihat data pendidikan dan pekerjaan kita bisa mengetahui apa benar seorang yang dianggap "pakar" telematika pernah menggondol gelar anu dari universitas anu sesuai anunya (klaimnya) atau tidak.


Dengan melihat catatan kriminal seorang manager HRD bisa mengetahui apakah si calon karyawan pernah jadi psikopat Hannibal Lecter atau malah punya kecenderungan Sumanto. Calon mertua juga bisa memeriksa riwayat calon menantu, pernah punya penyakit kelamin atau pernah jadi penjahat kelamin.


Mengisi formulir pendaftaran sekolah atau membuka rekening bank juga lebih mudah. Isi saja nomor SIN, sisanya otomatis bakal terikut. Tidak perlu berulang-ulang mengisi nama, alamat, tempat tanggal lahir dan tetek bengek lainnya. Setiap kali mau pemilu kita juga tidak perlu repot melakukan sensus segala sebab berapa jumlah penduduk yang valid untuk mencoblos tahun ini bisa dilihat di database.


Sebuah sistem online yang terintegrasi sebenarnya juga bisa mengurangi korupsi. Otomatisasi adalah musuh alami birokrasi. Makin panjang birokrasi = makin banyak meja yang mesti dilewati = makin tinggi cost-nya. Otomatisasi memangkas semua itu, dan karena sifatnya online, semua bisa dikerjakan dari kantor atau rumah. Ketimbang datang ke kantor instansi terkait untuk menyetor dokumen, upload saja dari kantor. Bebas biaya transportasi, bebas macet dan terpenting, tidak perlu menyelipkan amplop-amplop isi uang.


Otentikasi dan tingkat keamanan bisa dipilih sesuai level dan budget tentu saja. Saya tidak mengatakan kalau semuanya harus sophisticated dan high-tech. Dalam implementasi IT yang pertama dilihat selalu mana yang paling tepat guna baru sisanya menyusul. Dalam hampir setiap masalah teknologi selalu menyediakan jalan keluar, tinggal manusianya saja yang mau menjalankan atau tidak.

Monday, February 12, 2007

Ada beberapa tempat yang bisa membuat nafsu saya memburu, "anu" menjadi tegang dan hasrat meluap-luap. Sebelum terlanjur berprasangka baik dijelaskan di sini kalo kata "anu" di atas berkonotasi dengan kartu debit atau dompet yang tegang lantaran sebentar lagi mungkin harus mengeluarkan sangu dalam jumlah lumayan.


Tempat-tempat yang demikian seperti pameran buku murah yang mengenakan harga 20%-30% di bawah harga normal. Sebuah buku tentang sejarah perang eropa yang di Gramedia dihargai 90k, di situ cukup ditebus dengan 64k saja. Belum lagi judul-judul lain yang bikin saya melotot sekaligus jengkel karena tidak membawa dana cukup sementara sang kasir hanya mau menerima cash. Dia menolak keras dibayar dengan daun meski sudah dijanjikan di setiap helainya akan ada tanda tangan saya sebagai kenang-kenangan.


Ya saya termasuk maniak buku. Novel dan yang jelas bukan teenlit, sejarah dan ensiklopedi mesin-mesin perang adalah favorit, sama halnya dengan buku yang mengupas sepak terjang perusahaan kelas wahid seperti Google dan MS. Berikutnya biografi meski dengan sangat selektif, lihat dulu subyeknya dan lihat pengarangnya sebab sebuah biografi punya tendensi sangat besar untuk menjadi buku yang berat sebelah. Berikutnya komik, manga Jepang tentu saja. Komik Amerika terlalu tipis, lebih cocok jadi kipas sate dan tidak sebanding dengan harganya. Bacaan teenlit? Lebih baik pinjam. It's not worth the money.


Tempat kedua adalah toko cd/vcd/dvd original yang sedang cuci gudang. Di toko empat sering ada yang seperti ini, vcd original seharga 49k dijual 15k saja. Konsekuensinya memang filmnya film lama tapi kalo beruntung kita bisa mendapatkan cerita klasik Disney. Bambi, Snow White and the Seven Dwarfs saya dapatkan dari sini. Those are timeless fairy tales. Memang bisa saja kita mencari versi bajakannya di ITC, lebih murah karena sekeping cuma dihargai 5k tapi untuk melengkapi koleksi di rumah, original is still pretty much better.


Tempat ketiga adalah toko aksesoris mobil yang menjual produk kw satu seharga produk non kw. Terus terang sampai saat ini belum pernah saya menemukan toko yang seperti ini.


Keempat tentu saja toko gadget dan komputer yang memasang label diskon 70% untuk setiap item yang baru launching. Again, sampai detik ini tempat semacam ini baru ada di Mall Khayalan.


Ketika tiba giliran membayar (buku) biasanya saya sibuk memaki-maki pemerintah yang punya andil besar bikin harga buku jadi mahal. Katanya ingin rakyat pintar tapi akses untuk jadi pintar koq dihambat. Harga buku mahal, internet mahal dan cepatnya seperti keong.


Dibanding dua tahun lalu, harga buku sekarang naik antara 5k - 20k. Ini perhitungan kasar saja. Jika dilihat per satuan kenaikannya tidak seberapa tapi menjadi masalah bagi mereka yang satu spesies dengan saya, yaitu kaum yang tidak bisa dipuaskan hanya dengan satu judul saja. Novel 300 halaman saja bisa disikat kurang dari empat hari apalagi bacaan ringan. Huh itu sih cuma dalam hitungan jam sudah kadaluarsa. Sebab itu kalau beli buku, bisa dua-tiga judul sekaligus.

Friday, February 09, 2007

If I could tell you...


I believe the best moment to listen to this guy is in a rainy night.
Saya tidak punya komentar apa-apa mengenai banjir ini kecuali kalau kejadian ini semakin membuktikan bahwa Jakarta bukan tempat yang ideal untuk ditinggali. Dulu jika ditanya apakah Jakarta tempat yang nyaman untuk dihuni jawaban saya tidak, maka sekarang menjadi tidak tidak dan tidak. Selain perasaan was-was ketika keluar rumah (jalanan banjir enggak, nanti bisa pulang enggak, mobil bisa lewat enggak...), jalanan juga menjadi kacau balau. Seharusnya satu arah menjadi dua arah. Motor nyelonong masuk tol (melawan arus lagi!). Di Daan Mogot sekelompok monyet memblokir sisi jalan yang aman dengan batu, kendaraan yang ingin lewat harus bayar upeti. *Can you imagine that?*


Kejadian ini sekaligus mengukuhkan watak bangsa Indonesia yang serakah dan tidak punya hati nurani. Di suatu kompleks perumahan yang tergenang, tim sar dilarang masuk oleh segerombolan kampret yang sedang cari untung sendiri atas musibah ini. Di tempat lain, korban banjir yang kelaparan diwajibkan membayar jika ingin mendapat jatah nasi bungkus. Pihak yang minta upeti beralasan jaman ini tidak ada makan siang gratis. Meski wilayah Jabodetabek yang tergenang mencapai 70%, Aburizal Bakrie kekeuh menuding media massa membesar-besarkan soal banjir ini. Belakangan, seorang penjabat partai mengirim sms mengajak menjarah. Di setiap kejadian, pemerintah selalu menjadi pihak yang paling telat bergerak. Dinas Kependudukan mengisyaratkan akan membantu pengurusan surat-surat yang musnah karena banjir seperti akte kelahiran dengan syarat ada kartu keluarga, surat keterangan dari kepolisian, surat pengantar dari RT dan beberapa syarat administrasi lainnya. Mau kiamat sekalipun, birokrasi harus tetap jalan, tidak boleh dipangkas apalagi disederhanakan. Hanya di Indonesia semua ini bisa ditemukan.


Dan karena bangsa Indonesia adalah bangsa pemaaf maka bulan depan masalah ini pun "dimaafkan" dan semua orang lupa hingga lima tahun kemudian ketika banjir besar datang lagi, barulah semuanya kembali ribut. Begitu terus berulang. Orang Indonesia memang tidak seperti bangsa lain yang suka belajar dari pengalaman.

Monday, January 29, 2007

Bangsa Indonesia adalah bangsa yang terkenal perfeksionis. Kalau naik angkot maunya berhenti pas di depan gang, naik ojek berhentinya harus pas di depan pagar, kurang atau lebih satu langkah saja angkotnya disuruh mundur/maju. Harus sempurna. Jalan kaki bukan hobi di sini dan jelas-jelas tidak ada dalam kamus.


Bangsa Indonesia adalah bangsa yang kompak. Waktu pertama kali pengendara motor diwajibkan pakai helm. Semuanya kompak menolak. Juga waktu seatbelt menjadi wajib hukumnya, serentak kompak menolak. Bertengkarlah dengan orang di jalan, bawa motor butut dan tabrak sebuah sedan bagus. Semuanya kompak membela anda meski 100% andalah yang salah hanya karena anda terlihat lebih susah, lebih miskin dan lebih kasiaaan deh.


Bangsa Indonesia adalah bangsa yang siap membantu. Keluarlah dari bandara dengan mendorong trolley penuh koper, akan ada orang yang langsung membantu anda dan menemani sampai kendaraan, tanpa perlu anda panggil. Saking ringan tangannya, anda mungkin bakal dibantu 3-4 orang sekaligus, apalagi kalau anda wanita dan berjalan seorang diri. Satu di depan, dua di samping dan satu di belakang. Hitung-hitung bodyguard gratis meski rasanya seperti dikepung. Setelah selesai, jangan lupa beri 5000 rupiah per orang sebagai tanda terima kasih. Kalau anda dinilai cukup kaya, mungkin perlu memberi lebih.


Bangsa Indonesia adalah bangsa yang kuat rasa kekeluargaannya. Menyeberang jalan pun sempat-sempatnya berhenti di tengah lalu balik badan buat berda-dah da-dah ria dengan teman-kakek-nenek-oom-tante-keponakan. Diklakson? Mereka maklum koq.


Bangsa Indonesia adalah pemikir dan perencana ulung. Berhenti di ujung eskalator sambil mikir habis ini mau kemana ya.. itu sudah biasa. Sesudah memasukkan pin ATM baru berpikir mau bayar apa.. itu juga sudah biasa. Puluhan tahun bikin rencana anti banjir buat Jakarta sampai hari ini masih tetap rencana. Puluhan tahun merencanakan solusi macet sampai hari ini masih macet di seminar-seminar, diskusi dan adu opini di surat kabar.


Bangsa Indonesia adalah bangsa paling pemberani di dunia. Siapa lagi yang berani naik motor malam-malam tanpa lampu pakai jaket hitam, celana hitam tanpa helm dengan kecepatan 80 km/jam selain orang Indonesia? Siapa yang berani menyeberangi jalan tol Jakarta - Merak sambil menggiring dua ekor kerbau kalau bukan orang Indonesia? Siapa yang berani naik kereta duduknya di atap gerbong selain orang Indonesia?


Bangsa Indonesia adalah penyayang binatang. Cuma orang Indonesia yang berani menolak unggas sakitnya dihabisi. Dan hanya pemerintah Indonesia yang doyan memelihara tikus di kantor-kantor.


Bangsa Indonesia adalah patriot sejati. Ikut penataran P4, upacara bendera, hafal nama-nama menteri kabinet dan butir-butir pancasila tapi kalau di luar negeri ditanya dari negara mana, ngakunya dari Filipina atau tetap menyebut nama Indonesia tapi diikuti wajah garang siap tempur gara-gara nasionalismenya terbakar slogan right or wrong is my country. Iya Indo negara koruptor. Iya di Indo apa-apa main suap. Iya di Indo enggak ada disiplin. Iya Indo negara brengsek. so what? any problem?? *duh* Dan yang bertanya pun memasang muka takjub.


Bangsa Indonesia adalah bangsa yang taat aturan. Di lampu merah berhenti di depan garis stop, itu pun dengan catatan ada polisi. Kalau di tol jalan di lajur kanan. Motor selalu menyalakan lampu sein setelah berbelok. Angkot dan bis berhenti pada tempatnya yaitu dimana saja terserah supir. Bayar parkir adalah kewajiban tapi mobil hilang atau barangnya dicuri bukan tanggung jawab pengelola.


Bangsa Indonesia adalah...
silahkan isi sendiri.

Thursday, January 25, 2007


You are The Devil


Materiality. Material Force. Material temptation; sometimes obsession


The Devil is often a great card for business success; hard work and ambition.


Perhaps the most misunderstood of all the major arcana, the Devil is not really "Satan" at all, but Pan the half-goat nature god and/or Dionysius. These are gods of pleasure and abandon, of wild behavior and unbridled desires. This is a card about ambitions; it is also synonymous with temptation and addiction. On the flip side, however, the card can be a warning to someone who is too restrained, someone who never allows themselves to get passionate or messy or wild - or ambitious. This, too, is a form of enslavement. As a person, the Devil can stand for a man of money or erotic power, aggressive, controlling, or just persuasive. This is not to say a bad man, but certainly a powerful man who is hard to resist. The important thing is to remember that any chain is freely worn. In most cases, you are enslaved only because you allow it.


What Tarot Card are You?
Take the Test to Find Out.




Somehow it felt blue here...

Tuesday, January 23, 2007

Now I understand why does Gates see Google and not the little penguin as the biggest threat for his empire. Yes, Google. G-o-o-g-l-e. If you think I'm wrong (how can a search engine threats a giant software empire?), I recommend you to googling more about Google itself. You'll be surprised.


Because Google is not just a search engine. It is bigger than what it seems. Bigger than what we see. Take a good look at the facts below:
- MSN is already history, knocked down by Yahoo and Yahoo was defeated by Google.
- Firefox is the biggest Internet Explorer's competitor and it is financing by Google. Open source needs money as well.
- Many fresh graduate join Google instead of MS.
- More and more IT profesionals move to Google.
- Forget Excel and Word. We can make our own spreadsheet and word document using Google Docs. It is online, realtime and most important, it's free. Yes there are advanced features those Google doesn't have, but with their resources, it should be no problem.
- Google can act as translator or converter. Type "1 usd in idr" to find out how much rupiah vs us dollar.
- Plan your schedule and get organized using Google Calendar. This time the calendar feature in MS Outlook is attacked.
- Forget Hotmail. Slow and has limited storage. The only reason why do people still use it is to access mcp secure site. Most people prefer GMail or Yahoo Mail instead.
- Microsoft once ever tried to use one MSN Passport account in order to access all of their service. Not quite success I said. Google tries the same thing with their Google account and so far they're doing better.
- Opening jobs in Google have the same specific requirement skills as Microsoft's. No need an Einstein to tell what it means.

Google is doing something deep inside their Googleplex and that "something" is big. They do not stop here and you can expect more from them.

Monday, January 22, 2007

Pernah lihat iklan Pertamina versi cowok servis mobil?. Jalan ceritanya sederhana, si cowok yang lagi bingung dibujuk rayu oleh bos bengkel buat memakai pelumas Pertamina. Tentu saja sambil ngecap sambil ditaruh botol produk ybs oleh asisten wanitanya diikuti aksi manggut-manggut sok tahu. Si bos menutup omongannya dengan embel-embel kalau memakai pelumas pertamina berarti sekaligus menyejahterakan bangsa, kita untung bangsa untung katanya. Iklan ditutup dengan semua aktor pendukungnya berteriak adu kencang 'pertamina pelumasku', tidak lupa tangan mengepal di dada.


Setiap kali melihat iklan tersebut saya selalu teringat Order Baru-nya si eyang kakung, ibarat makanan maka iklan yang ini kental sekali dengan bumbu ala pemerintah. Kaku, membosankan, menyebalkan dan mengundang hasrat untuk menggampar si konseptor, itu kesan yang timbul setiap kali iklan ini diputar. Apa boleh buat. Memang begitulah adanya. Pertamina bukan Shell yang cerdas memvisualisasikan produk olinya sebagai penyegar mesin, juga bukan Castrol yang straight to the point dalam menjual teknologi trizone dalam olinya.


Pertamina masih seorang tua yang kaku, kolot dan tidak mau berubah, tidak pernah memelihara jiwa mudanya, masih menganut pola pikir kalau bumi adalah pusat tata surya *hiperbolis sedikit* dan dalam menjual masih membawa-bawa nasionalisme. Maap, maap tapi kualitas tidak ada korelasinya dengan nasionalisme dan berpikir kalau orang akan membeli produk hanya karena ada logo garudanya benar-benar sudah ketinggalan jaman. Satu-satunya produk Pertamina yang masih saya konsumsi cuma premium *dan elpiji lantaran susah cari kayu bakar*, itu pun karena budget per bulan belum cukup untuk membeli Shell dan mobil saya masih menolak diberi air mineral.


Dan saya yakin seyakin-yakinnya kalau pengertian "bangsa untung" di sini bermakna perut "wakil rakyat" tambah maju, dagu penjabat semakin bergelambir, koleksi selingkuhan mereka bertambah dan ujungnya koleksi 3gp saya pun makin bervariasi. Nasionalisme memang sudah lama hilang dari kamus saya.

Thursday, January 18, 2007

Entah kenapa tiba-tiba saya kepingin makan es campur. Es campur yang sebenar-benarnya campur. Waktu SD dulu ada tempat makan es yang enak sekali. Tempatnya sederhana, hanya beranda sebuah rumah yang disulap menjadi warung. Yang dijual? Selain es campur, es teler, es kacang merah dan es belimbing, juga ada pempek dan otak-otak.


Sejak itu sampai sekarang es campur di situ selalu menjadi standar yang saya pakai setiap kali menilai es campur tempat lain. Ya ya ya.. saya tahu ada saja yang nyinyir kalau saya mulai rewel soal standarisasi tapi suka atau tidak kita selalu butuh semacam ukuran dalam menilai dan kualitas berbanding lurus dengan standar. Mungkin kapan-kapan saya akan membuat postingan khusus tentang hal ini.


Kembali pada soal standarisasi es campur, dalam versi saya es yang sebenar-benarnya campur itu adalah yang didalamnya ada potongan-potongan cincau hitam (bentuk kubus kecil-kecil), alpukat, tape (yang lembut), kelapa muda, nangka (yang manis harum dan lembut), kolang-kaling (yang lunak tentu saja). Semua disajikan dalam mangkuk (bukan gelas apalagi piring) lalu ditutupi dengan serutan es yang tingginya dua kali tinggi mangkuk. Terakhir disiram sirup merah dan diberi topping susu kental manis.


Es memegang faktor penting di sini karena di tempat lain apalagi di Jakarta, bukan es serut yang dipakai melainkan es batu yang dihancurkan ala kadarnya, bukan memakai mesin. Tekstur dan dinginnya berbeda. Ketika disuap, potongan es batu yang keras terasa sangat mengganggu, beda dengan es serut yang lembut dan hancur di lidah. Hal lain yang menyebalkan, biar tidak kering, kebanyakan es campur di sini diberi air, padahal tidak perlu. Air yang menggenang di mangkuk seharusnya hanya berasal dari es yang mencair. Itu sebabnya kenapa esnya harus diserut karena akan mencair lebih cepat. Itu pula sebabnya kenapa tinggi es harus dua kali tinggi mangkuk supaya ketika cair, bisa menjadi kuah yang cukup.


Warung sederhana itu sendiri sudah kabarnya sudah berganti pemilik, kini dijalankan oleh generasi selanjutnya. Tempatnya sudah pindah, tidak lagi di dalam kampung dan fisik bangunannya juga sudah berubah. Lebih dari 20 tahun saya tidak pernah ke sana lagi, mungkin nanti kalau ada rejeki. Jika pun bisa mungkin rasanya sudah berubah sebab industri rumahan terkenal tidak bisa menjaga standar mutu.

Tuesday, January 16, 2007

One big problem with open source community is: they do not have a well organized support articles. So if you find your self in trouble you can only count on to your luck in hunting down in the jungle of -thousand.tips.and.trick.which.are.not guaranteed.can.work.and.most.of.them.are.useless- until you find what you are looking for.


Of course there is milist and of course you can ask anything here. From a newbie damn question until high.advanced.experience one. And of course you will have to be patience until someone replies to your post which can be a minute or a month. I remember when I searched for something about JBoss and Tomcat in its respective site, the only advice that I got was: "Google is your friend" What the heck? @#!


And so I said in help support article, Microsoft is still outstanding. Sun and Oracle do have a very good resources too, they just have to learn from Gates how to manage it.

Monday, January 15, 2007

The Seven Moods

Senin
Mood Senin selalu malas. Malas kerja. Malas belajar. Malas semuanya kecuali makan siang dan pulang. Khusus hari ini biasanya kerjaan yang butuh konsentrasi tinggi diumpetin dulu jauh-jauh diganti dengan yang remeh bin sepele binti enteng seperti mengisi blog ini.


Selasa
Mood di sini biasanya ngantuk, dari pagi sampai sore yang dirindukan cuma bantal guling di rumah. Keyboard terlihat seperti bantal dan mouse seperti.. yah tetap mouse. Saat paling nyaman adalah ketika makan siang karena ada kesempatan untuk merem barang sejenak. Khusus Selasa kerjaan yang bikin ngantuk dan butuh konsentrasi disingkirkan dulu. Diganti dengan browsing yang segar, indah dan "mature".


Rabu
Di hari ini mood yang berlaku adalah rajin. Rajin browsing maksudnya. Umumnya setelah lewat satu minggu, blog dan rubrik Jalan Sutra plus Jalan-Jalan di Kompas sudah diupdate. Begitu juga dengan beberapa site otomotif. Jadi untuk menambah wawasan, rajin-rajinlah browsing. Kerjaan? Itu bisa nanti.


Kamis
Mood Kamis biasanya bosan. Bosan di kantor. Sabtu koq lama amat ya? Dan jam di dinding kayaknya enggak bergerak sama sekali. Kapan pulangnya? Biar tidak bosan biasanya jalan-jalan seputar kantor. Alasannya lagi kontrol user tapi motivasi sebenarnya tentu saja biar enggak bete sekaligus hunting cemilan. Syukurlah kalo dapat kacang atau kerupuk, dan kalo dapat dua potong biskuit Selamat, God bless you!
Soal kerjaan bagaimana? Gampang. Masih ada hari esok.


Jumat
Mood di sini always fun. Maklum besok sudah libur. Jadinya bawaannya rileks dan riang selalu. Tentunya tidak patut suasana yang baik ini dirusak oleh soal kerjaan, jadi sementara dipinggirkan dulu. Sebagai gantinya kita browsing, main game atau tidur. It's friday and it's time to have some fun.


Sabtu
Mood Sabtu adalah excited. Kita punya dua hari libur, mau dipakai buat ngapain aja? Let's plan on something. Kalo pagi leyeh-leyeh dulu sambil nonton Kuliner Pilihan sambil berharap Bondan Winarno buka lowongan asisten, lalu lanjut sampai Good Morning kemudian baru jalan. Trust me, Saturday is the most amazing day.


Minggu
Mood Minggu campur aduk. Pagi sampai siang masih excited karena masih bisa peluk bantal guling tercinta tapi menjelang sore berubah jadi mellow lantaran besoknya sudah Senin. Cepat amat tahu-tahu sudah sore. Enggak salah? Tidur pun dengan perasaan berat karena masa reses sudah berakhir dan besok dimulai lagi rutinitas yang sama dengan mood yang sama pula.


Jadi kapan kerjanya?
If you have slow internet connection then everything is suck. Especially when you are in hurry and are hunting some -i.need.it.now- articles and time is critical here.

Friday, January 12, 2007

Dalam sebuah acara pagi di radio ibukota, penyiarnya meminta pendengar mereka melaporkan situasi lalu lintas hari itu, cukup sms ke nomor sekian-sekian. Tidak lama setelah itu, sms pun masuk:


Gambir - Jatinegara lancar. Kurang dari lima menit udah sampe.
ps: gue lagi di Argo Gede



*Argo Gede: Kereta api jurusan Jakarta-Bandung.
I am back to my old habit: listen to Kitaro or Yanni, just a minute before bed. Turn off the light, turn on the music, eyes closed and I fly away, be at ease and at the same time, feeling lonely. Dunno why. Perhaps because there is no one around me who loves them. Only me and my self.