sebenarnya saya agak malas mengomentari banjir bin macet jumat kemarin apalagi ini sudah agak-agak telat tapi karena tidak ada kerjaan bolehlah dari pada saya terkesima menatap layar monitor seakan-akan sedang menunggu kapan benda di depan saya ini bisa ditukar dengan honda jazz komplit berikut aksesorisnya. satu hal yang dicatat dari jumat kemarin, memasuki daerah karawaci

yang tadinya malu-malu berubah menjadi badai ganas seakan-akan malaikat di langit sana rame-rame numpahin air seember besar. alamak, atap mobil seperti dihantam
bakwan batu saking beratnya volume air yang turun. langit arah jakarta begitu menyeramkan. gelap gulita dan sesekali dibelah oleh petir. susahnya setiap kali petir menyambar, efeknya jauh lebih silau dari pada melihat gigi cewek manis yang gosok gigi dengan
so klin pemutih close up. bagaimana mau melihat ke depan kalo silau begitu. seharusnya pakai kacamata hitam saya yang mahal itu
*uhuk!* tapi ini kan hujan, bisa-bisa malah semakin tidak bisa melihat jalanan di depan. untungnya sodara-sodara, pengemudi lain juga mengalami hal yang sama sehingga tidak ada yang cukup bodoh untuk bergaya ala pembalap formula 1 dalam kondisi buram seperti itu.
satu hal, ketika memasuki area badai, semua pengemudi kompak menurunkan kecepatan dan menyalakan lampu besar sambil menambah jarak dengan kendaraan di depan. makin dalam masuk ke inti badai, saya perintahkan untuk menaikkan shield, mengaktifkan long range sensor dan menaikkan status ke siaga merah. kecepatan pun turun dari warp 6 ke half impuls sampai akhirnya berhenti sama sekali lantaran terperangkap antrian panjang dekat karang tengah hub. dua jam berkutat di situ, pindah dari port paling kanan ke port paling kiri sebagai ancang-ancang untuk keluar di wormhole M, ternyata mengantri di line kiri mesti extra sabar karena banyak pengemudi yang turun dari mobil, mengangkat tangan memberi salam pada mobil belakang sambil tersipu-sipu, lari ke pinggir tol, buka celana lalu
broottt broott broott cuurrr.....

sebenarnya saya tidak keberatan bergabung dengan mereka dari pada meringis menahan nikmat tapi sedan di belakang saya dipiloti seorang
waria wanita. masa iya saya harus buat pameran tunggal di depan dia padahal
tool yang satu ini merupakan properti eksklusif milik istri

jadi setelah 2.5 jam mengolah betis akhirnya saya terbebas dari antrian
sembako ular naga dan langsung saya titahkan untuk lari dengan kecepatan maksimum. bukan lantaran lapar atau capek, melainkan karena
gairah kerinduan saya pada toilet di rumah hampir tidak bisa ditahan

sungguh jakarta itu menyebalkan karena apa yang terjadi di satu titik efeknya menjalar sampai ke daerah pinggiran.